Rabu, 17 Mei 2017

Nenek Penjaga Wahyu Alquran

Tahukah Anda, Alquran diturunkan dengan 7 macam cara baca? Atau dikenal dengan Qiraat Sab’ah (qiraat tujuh). Disebut Qiraat Tujuh karena ada tujuh Imam Qiraat yang terkenal. Masing-masing memiliki langgam bacaan tersendiri. Tiap Imam Qiraat memiliki dua orang murid yang bertindak sebagai perawi (periwayat). Tiap perawi tersebut juga memiliki perbedaan dalam cara membaca Alquran sehingga ada empat belas cara membaca Alquran yang masyhur. Apa yang kita baca dan terkenal di masyarakat kita adalah bacaan riwayat Hafs dari Ashim.


Hmm.. rada berat? Loading.. bentar, kita lanjut lagi ya

Menghafalkan Alquran –dengan satu riwayat saja- bukanlah perkara mudah. Tak banyak orang yang memiliki tekad dan mampu konsisten menjaga semangat sampai berhasil menghafalkan Alquran sempurna 30 juz. Menghafalkan Kitabullah ini butuh ketekunan. Kita bisa lihat mereka yang memulai menghafal Alquran. Pertama-tama menghafal beberapa ayat kemudian terkumpul menjadi satu surat. Ayat dan surat yang telah dihafal terus diulang-ulang sambil menambah hafalan yang baru. Keadaan tersebut terus berulang hingga beberapa bulan atau tahun ke depan. Wajar kalau penghafal Alquran begitu dihargai.

Itu baru proses menghafalkan satu riwayat, bagaimana kalau lebih dari satu riwayat? Tentu lebih sulit lagi.

Ada seorang wanita, namanya Ummu as-Saad binti Muhammad Ali Najm. Ia adalah seorang ulama wanita penghafal 10 riwayat bacaan Alquran. Seorang wanita di zaman modern ini yang sangat terkenal di bidang qiraat.

Masa Kecilnya

Ummu Saad dilahirkan pada 11 Juli 1925 di Desa Bandariyah, sebuah desa yang terletak di utara Kota Kairo, Mesir. Ia kehilangan penglihatannya di usia muda. Keluarganya berusaha mengobati matanya dengan pengobatan tradisional yang dikenal di daerah tersebut. Namun sayang, upaya mereka malah membuat Ummu Saad buta total.Ummu Saad

Kebiasaan masyarakat pedesaan di sana, apabila ada seorang anak yang buta, maka mereka mengkhidmatkan sang anak secara total untuk Alquran. Tentu ini kebiasaan yang baik, anak yang berkekurangan tidak diciutkan mentalnya dengan mengemis di jalanan atau hal-hal buruk lainnya. Ia dibesarkan dan dihibur hatinya dengan Alquran yang menyejukkan hati. Alquran yang mulia akan mewarisi kemuliaan untuk mereka. Umur 15 tahun, Ummu Saad berhasil mengkhatamkan hafalannya. Selanjutnya, Ummu Saad tinggal di Kota Iskandariyah, Mesir.

Berkhidmat Untuk Alquran

Setelah menghafalkan Alquran, Ummu Saad semakin giat menambah khazanah pengetahuannya tentang kitabullah. Ia mendatangi seorang ulama wanita, Nafisah binti Abu Ala –ulama Alquran di zamannya- untuk belajar Qiraah 10. Syaikhah Nafisah mensyaratkan suatu hal yang berat bagi siapa yang ingin mempelajari Qiraah 10. Syaratnya adalah mereka tidak boleh menikah selama-lamanya. Menurutnya, dengan menikah, para wanita akan tersibukkan dengan rumah tangga, hingga mereka luput dari 10 riwayat hafalan Alquran yang mereka tekuni. Tentu ini adalah syarat yang tidak dibenarkan syariat dan tidak boleh dipenuhi.

Nafisah sendiri teguh dengan pendiriannya. Dia tidak menikah, mesikupun banyak tokoh yang hendak menikahinya. Ia menyandang status gadis hingga wafat di usia 80 tahun. Syarat berat dari Syaikhah Nafisah diterima oleh Ummu Saad. Ia siap mengabdikan hidupnya untuk menjaga 10 riwayat Alquran tersebut.

Di usia 23 tahun, Ummu Saad telah berhasil menghafalkan 10 riwayat bacaan Alquran. Sebagai bukti kokohnya hafalannya, Syaikhah Nafisah pun memberikan ijazah pengakuan kepadanya.

Ummu Saad mengatakan, “Selama 60 tahun; menghafal, membaca, mengulang-ulang hafalan Alquran, membuatku tidak lupa sedikit pun bagian Alquran. Aku ingat setiap ayat. Tahu surat dan juz dari ayat tersebut. Tahu detil ayat-ayat yang mirip (atau serupa) dengan ayat lainnya. Dan aku tahu bagaimana membaca dengan setiap riwayat bacaan (langgam)ayat tersebut (dalam setiap qiraat). Aku merasakan betapa aku menghafalkan Alquran sebagaimana aku menghafal namaku sendiri. Aku tidak membayang-bayangkan karena lupa, satu huruf pun aku tidak lupa dan keliru pengucapannya. Aku tidak mengetahui ilmu lain selain Alquran dan qiraatnya. Aku tidak pernah menghafal, belajar, atau bahkan mendengar pelajaran selain Alquran al-Karim, matan ilmu qiraat, dan tajwid. Selain itu, aku tidak mengetahui bidang ilmu lainnya.”

Dari sini kita bisa mengetahui betapa murninya bacaan Alquran Ummu Saad karena pikirannya tidak terpengaruh dengan ilmu-ilmu lainnya.

Ummu Saad Menikah

Ummu Saad menikah dengan seorang murid terdekatnya, Syaikh Muhammad Farid Nu’man, seorang qori terkemuka di Iskandariyah. Ummu Saad mengtakan, “Aku tidak bisa memenuhi janjiku yang telah kuucapkan kepada guruku -Syaikhah Nafisah- untuk tidak menikah. Muhammad Farid, biasa menyetorkan hafalannya padaku dengan berbagai qiraat. Aku pun tertarik padanya. Sama sepertiku, ia juga mengalami kebutaan dan mengahfal Alquran sejak kecil. Aku mengajarinya selama 5 tahun lamanya. Setelah ia menyelesaikan belajar 10 qiraat dan mendapatkan riwayat dariku, ia pun melamarku. Dan aku menerimanya.”

Keduanya telah mengarungi bahtera rumah tangga selama 40 tahun, namun belum juga dikaruniai buah hati. Ummu Saad senantiasa berprasangka baik kepada Allah dan mengambil hikmah dari apa yang ia alami. Di tengah kekurangan tersebut, ia berucap, “Alhamdulillah.. Aku merasa bahwa Allah memilihku untuk selalu berada dalam kebaikan. Mungkin, sekiranya aku hamil aku akan sibuk dengan anak-anak dan terluput dari Alquran. Lalu hafalanku hilang”.

Jalur Periwayatannya

Seseorang patut berbangga ketika ia mempelajari Alquran, kemudian bacaannya telah diakui kefasihannya oleh gurunya yang memegang riwayat qiraat. Sehingga kefasihannya mendapat pengakuan sebagaimana (mirip) bacaan ketika Alquran diturunkan kepada Nabi ﷺ dari Allah ﷻ.

Berikut silsilah riwayat bacaan Alquran Ummu Saad: qiraat 10 Ummu Saad dari asy-Syathibiyyah dan ad-Durrah: Syaikhah Nafisah binti Abu al-Ala dari Abdul Aziz Ali Kahil dari Abdullah ad-Dasuqi dari Syaikh Ali al-Hadadi –Syaikhul Qurra di negeri Mesir- dari Syaikh Ibrahim al-Ubaidi dari Syaikh al-Jami’ al-Azhar, Muhammad bin Hasan as-Samnudi dari Ali ar-Rumaili dari Syaikh Muhammad bin Qasim al-Baqri dari Syaikh Abdurrahman bin Syuhadzah al-Yamani dari Ali bin Ghanim al-Maqdisi dari Muhmmad bin Ibrahim as-Samdisi dari asy-Syihab Ahmad bin Asad al-Amyuthi dari Muhammad bin Muhammad bin Muhammad bin al-Jazari asy-Syafi’i dari Abdurrahman bin Ahmad al-Baghdadi dari Muhammad bin Ahmad ash-Sha-igh dari Ali bin Syuja’ul Kamal adh-Dharari (Imam asy-Syathibi) dari Imam Abi al-Qasim dari Imam Ali bin Muhammad bin Hudzail al-Balansi dari Abi Dawu Sulaiman bin Najah dari Imam Abi Amr ad-Dani dari Thahir bin Ghalbun dari Ali bin Muhammad al-Hasyimi dari Ahmad bin Shal al-Asynani dari Abi Muhammad Ubaid bin ash-Shabah dari Hafsh bin Sulaiman dari Ashim bin Bahdalah bin Abi an-Najud dari Abi Abdurrahman Abdullah bin Hubaib as-Silmi dari Utsman dan Ali dan Abdullah bin Mas’ud dan Ubay bin Ka’ab dan Zaid bin Tsabit dari Rasulullah ﷺ yang menerima wahyu dari perantara Malaikat Jibril dari Allah ﷻ.

Itulah rantai periwayat Ummu Saad bersambung hingga Rasulullah ﷺ.

Murid-muridnya

Banyak pelajar Alquran yang mengambil riwayat darinya. Baik tua maupun muda, laki-laki atau perempuan, kalangan insinyur yang mendalami Alquran, demikian juga dokter-dokter, para guru, dosen-dosen, mahasiswa, dll.

Setiap murid, ia berikan waktu dan perhatian khusus. Masing-masing memiliki waktu tidak lebih dari 1 jam setiap harinya. Mereka membaca, kemudian dikoreksi oleh Ummu Saad kualitas bacaan surat yang telah mereka hafalkan. Ia perbaiki kesalahan-kesalahan muridnya juz per juz hingga selesai 30 juz atas bimbingannya. Koreksi bacaan atau tahsin al-qiraah dilakukan per qiraat. Sedetil itulah ia membimbing murid-muridnya.

Setiap selesai satu qiraat, ia berikan ijazah tertulis sebagai pengakuan atas kualitas bacaan sang murid. Ijazah tersebut juga sebagai bukti bahwa sang murid telah membaca Alquran di hadapannya dengan sempurna, benar, dengan detil tajwid yang tepat. Masya Allah… betapa waktunya ia dermakan untuk Alquran dan menjaga kalam ilahi.

Di antara murid-murid tersebut ada yang hanya mengambil satu qiraat. Sedikit di antara mereka yang mengambil 10 qiraat.

Murid-muridnya yang terkenal adalah dr. Ahmad Nu’aini’, Syaikh Miftah as-Sulthani, dan pengajar-pengajar Ma’had al-Qiraat di Iskandariyah.

Perjalanan Ke Hijaz

Salah seorang murid Ummu Saad menghadiahinya tiket perjalan ke tanah haram untuk menunaikan haji dan umrah. Sang murid juga menjamunya di sana. Dalam kesempatan itu pula, Ummu Saad memberikan sanad bacaan kepada puluhan penghafal Alquran dari berbagai negara. Seperti Arab Saudi, Pakistan, Sudan, Palestina, Libanon, Chad, dan Afganistan. Ijazah termuda diberikan kepada salah seorang penghafal Alquran dari Arab Saudi yang baru berusia 10 tahun.

Wafatnya Sang Penjaga Alquran

Ummu Saad wafat di waktu fajar, tanggal 16 Ramadhan 1427 H bertepatan dengan 9 Oktober 2006 M. Allah ﷻ menganugerahkannya usia cukup panjang, 81 tahun. Jenazahnya dishalatkan di wilayah Bahri, Iskandariyah, Mesir.

Semoga Allah ﷻ merahmati Ummu Saad, membalas segala usaha kebaikannya dan kesungguhannya dalam menjaga Alquran al-Karim. Sedari kecil, ia meng-akrabi Alquran. Menekuni cabang-cabang kelimuannya. Puluhan tahun berlalu dari usianya, di usia senja, ia tetap bersemangat mencurahkan tenaga dan pikirannya untuk Alquran.

Penutup

Semoga kisah perjuangan Ummu Saad dalam menghafal, menjaga, dan mengajarkan Alquran mampu memberikan inspirasi kepada kita untuk menghafalkan Alquran, mempelajari hukum-hukumnya, mengamalkan dan mendakwahkannya.

Murid-murid Ummu Saad dengan beragam profesi mereka mengajarkan kepada kita, bahwa Alquran pun bisa dihafalkan oleh mereka yang sibuk.


Sumber : http://kisahmuslim.com/5267-nenek-penjaga-wahyu-alquran.html