Buang air besar (BAB) pada bayi merupakan salah satu pusat perhatian orang tua. Bayi yang diberikan air susu ibu (ASI) secara eksklusif umumnya tidak sering BAB, sebagaimana bayi yang diberikan susu formula.
Sama halnya dengan frekuensi BAB dan tekstur tinja bayi yang menjadi perhatian utama karena dari dua faktor inilah, nilai kecukupan asupan gizi bayi bisa diperkirakan.
Mengenali Tahap-tahap BAB Bayi
Beberapa hari pertama setelah lahir, bayi akan mengeluarkan tinja berwarna hijau kehitaman, disebut dengan mekonium. Air susu ibu yang keluar pertama kali, kolostrum, akan membantu bayi mengeluarkan mekonium. Umumnya pada tiga hari kemudian, tinja bayi akan berubah warna menjadi kekuningan dengan tekstur yang lebih lunak.
Hingga usia enam minggu, bayi ASI pada umumnya akan BAB sekitar 2-5 kali per hari. Tidak jarang pula, bayi akan BAB tiap popoknya diganti. Setelah kisaran usia tersebut, sebagian bayi ASI akan BAB dengan pola yang hampir sama. Meski sebagian lagi hanya BAB satu kali per hari, bahkan sekali tiap beberapa hari dengan volume lebih banyak. Alasan bayi ASI memiliki frekuensi BAB yang lebih jarang dikarenakan komposisi ASI dimanfaatkan seluruhnya untuk memenuhi kebutuhan nutrisi bayi. Maka dari itu, sangat sedikit sisa yang dikeluarkan dari tubuh melalui BAB.
Bayi ASI yang lebih jarang BAB masih dianggap normal jika frekuensi buang air kecil serta peningkatan berat badannya tidak bermasalah. Pada kondisi normal, bayi tidak tampak mengejan berlebihan saat BAB dan tekstur tinja tidak keras atau kering.
Bagaimana dengan Gejala Kesulitan BAB?
Kesulitan BAB atau konstipasi sebenarnya jarang terjadi pada bayi ASI eksklusif. Biasanya, bayi mulai mengalami kesulitan BAB ketika diberikan tambahan susu formula atau sudah mulai mengonsumsi makanan pendamping (MPASI).
Yang perlu diperhatikan dari BAB bayi sebagai penentu adanya kondisi konstipasi atau tidak, bisa dilihat dari:
- Ekspresi bayi saat BAB tampak mengejan berlebihan atau tidak.
- Tekstur tinja lebih keras dari biasanya atau tidak.
- Makin jarang buang air kecil atau tidak.
Bayi yang mengalami kesulitan BAB atau konstipasi biasanya ditandai dengan wajahnya yang tegang saat mengejan. Meski begitu, jangan langsung mengambil kesimpulan karena wajah bayi saat BAB normal pun terlihat memerah dan diiringi air mata. Untuk itu, orang tua perlu memerhatikan tanda-tanda konstipasi lainnya.
Salah satu faktor yang penting untuk menentukan bayi mengalami konstipasi atau tidak adalah tekstur tinja. Pada bayi konstipasi, dia akan mengeluarkan tinja yang bertekstur lebih keras dan kering. Jika tinja tampak lunak meski BAB hanya satu kali dalam seminggu atau lebih lama, kemungkinan besar bayi tidak mengalami konstipasi. Jika bayi ASI masih lancar buang air kecil, kemungkinan dia tidak mengalami konstipasi.
Gejala lain yang dapat diperhatikan pada bayi adalah perutnya keras atau tidak. Pada bayi konstipasi, perutnya akan terasa lebih keras saat disentuh. Umumnya bayi juga menangis saat BAB, terkadang ada sedikit darah pada tinja karena iritasi pada dinding anus.
Orang tua bisa memandikan bayi dengan air hangat sambil memberikan pijatan di sekitar perut bayi untuk membantu melancarkan BAB. Pada bayi yang sudah mengonsumsi makanan pendamping, kemungkinan dokter menyarankan pemberian air putih atau jus buah sebagai tambahan serat. Penggunaan laksatif atau obat pencahar pada bayi hanya jika diperbolehkan oleh dokter.
Hindari tergesa-gesa menganggap bayi ASI mengalami konstipasi. Perhatikan dahulu tanda-tandanya dengan cermat. Jika perlu, konsultasikan dengan dokter untuk mendapatkan penanganan yang tepat, ya.
sumber : http://www.alodokter.com/normalkah-bayi-asi-jarang-bab