"Sekuat dan sejauh apapun kita mengejar hidup, (pada akhirnya) pemenang sejati hanyalah KEMATIAN."
Benarkah demikian yang namanya kematian, seperti yang tertulis pada kutipan sebuah status Facebook di atas? Hmm ... sangat mengundang perdebatan. Namun jika diandaikan sebuah perlombaan atau pertarungan antara hidup dan mati, beberapa waktu yang lalu, setidaknya kematian telah 'memenangkan' lomba ketahanan dalam menanti kepastian.
Dari belasan orang yang dijadwalkan menerima eksekusi hukuman mati, empat orang telah terlebih dahulu menjemput ajal di 'tiang gantungan'. Perjuangan memohon pengampunan, usaha untuk meminta keringanan hukuman dan doa - doa serta harapan yang bertahun - tahun dipanjatkan, tak membuahkan hasil seperti yang diinginkan. Keinginan untuk tetap hidup dan mengelak dari kematian. Kematian yang menjemput mereka seiring dengan bunyi 'menyalak' senapan 'para algojo' yang melontarkan peluru panas menembus badan. Nyawapun melayang. Konsekuensi atas kejahatan yang dilakukan dan telah dibuktikan di depan pengadilan. Tak ada ampunan, tak ada keringanan, mereka menjadi 'The Unforgiven' yang layak menerima pembalasan.
Di beberapa sudut, baik di sekitar lokasi pelaksanaan hukuman mati, maupun di tempat - tempat lain yang jauh, para penentang hukuman mati berteriak lantang menyampaikan protes atas eksekusi mati. Dalih mereka adalah rasa perikemanusiaan, perikeadilan dan hak azasi. Hukuman mati bagi mereka adalah bukan untuk manusia, hanya untuk binatang yang akan dikonsumsi. Hukuman mati adalah bentuk lain kesewenang - wenangan dan kekejaman manusia di muka bumi. Sambil berkumpul mereka membawa lilin, bunga dan menyanyikan lagu yang menyayat hati. Walau akhirnya eksekusi tetap dilakukan dan empat jiwa menjadi mati.
Kontroversi menyeruak antara pihak yang pro hukuman mati dan yang menolaknya. Masing - masing memiliki argumentasi, alasan dan dasar pemikiran yang yang berbeda - beda. Jika didiskusikan di atas satu meja, nampaknya akan menjadi 'debat kusir' berkepanjangan bikin pusing kepala, bahkan berujung konflik yang rumit. Akan timbul konflik, permusuhan dan tindakan saling membalas.
Berapakah harga nyawa manusia? Semahal apakah nilai sebuah jiwa? Seorang alim pernah berkata: "Pembunuhan atas seorang manusia, seperti pembunuhan terhadap seluruh manusia di muka bumi. Penyelamatan satu jiwa, seperti penyelamatan seluruh jiwa manusia di dunia." Namun ada juga ungkapan tradisional yang telah lama ada, "Eye for an eye" dan bukan "utang gethuk, nyaur télo" atau hutang kue, dibayar dengan ketela. Masih banyak lagi kutipan, peribahasa dan bahkan nukilan dari kitab suci yang menerangkan tentang nilai sejati nyawa manusia bagi manusia lainnya.
Sumber-sumber pemikiran inilah yang akhirnya menjadi dasar penyusunan hukum manusia di dunia. Kemudian hari, hukum ini justru mengundang menjadi pro dan kontra pada saat pelaksanaannya. Itulah yang sedang terjadi beberapa hari belakangan ini, setelah hukuman mati para gembong narkoba dikabarkan secara besar - besaran oleh media.
Tak hendak ikut berpolemik tentang hukuman mati bagi seorang manusia, apalagi sampai harus berdebat kusir. Saya hanya ingin mengutip kalimat salah satu dari empat penerima hukuman mati beberapa saat lalu, yakni mendiang Freddy Budiman, dalam kutipan di salah satu media.
"Saya menerima hukuman ini, karena (sejak awal) saya sudah tahu dan memahami resiko dan konsekuensinya."
Hukum sebab dan akibat, aksi dan reaksi dalam tindakan dan konsekuensinya adalah satu paket tak terpisahkan sejak awal kehidupan manusia. Walaupun pernyataan Freddy Budiman ini masih ada 'tapi'nya dan diikuti kalimat - kalimat berisi penjelasan, alasan, dalih dan juga kekecewaan, namun semua hal inipun tak bisa mengelakkan dirinya dari konsekuensi yang harus ditanggungnya. Karena dalih dan alasan suatu tindakan, setiap orang berhak memilikinya. Namun jika sudah tiba saatnya, kematian adalah salah satu wujud konsekuensi atas suatu tindakan. Kematian tak akan mempedulikan dalih dan alasan apapun, karena kadang 'dia' datang begitu saja.
Mari, jaga dan sayangi jiwa masing - masing dengan selalu berhati - hati menjaga setiap tindakan kita. Sebelum kita harus berhadapan dengan resiko dan konsekuensinya.
Sumber : https://www.vemale.com/inspiring/lentera/96382-ingatlah-bersikap-karena-saat-sang-ajal-datang-kita-harus-siap.html
Benarkah demikian yang namanya kematian, seperti yang tertulis pada kutipan sebuah status Facebook di atas? Hmm ... sangat mengundang perdebatan. Namun jika diandaikan sebuah perlombaan atau pertarungan antara hidup dan mati, beberapa waktu yang lalu, setidaknya kematian telah 'memenangkan' lomba ketahanan dalam menanti kepastian.
Dari belasan orang yang dijadwalkan menerima eksekusi hukuman mati, empat orang telah terlebih dahulu menjemput ajal di 'tiang gantungan'. Perjuangan memohon pengampunan, usaha untuk meminta keringanan hukuman dan doa - doa serta harapan yang bertahun - tahun dipanjatkan, tak membuahkan hasil seperti yang diinginkan. Keinginan untuk tetap hidup dan mengelak dari kematian. Kematian yang menjemput mereka seiring dengan bunyi 'menyalak' senapan 'para algojo' yang melontarkan peluru panas menembus badan. Nyawapun melayang. Konsekuensi atas kejahatan yang dilakukan dan telah dibuktikan di depan pengadilan. Tak ada ampunan, tak ada keringanan, mereka menjadi 'The Unforgiven' yang layak menerima pembalasan.
Di beberapa sudut, baik di sekitar lokasi pelaksanaan hukuman mati, maupun di tempat - tempat lain yang jauh, para penentang hukuman mati berteriak lantang menyampaikan protes atas eksekusi mati. Dalih mereka adalah rasa perikemanusiaan, perikeadilan dan hak azasi. Hukuman mati bagi mereka adalah bukan untuk manusia, hanya untuk binatang yang akan dikonsumsi. Hukuman mati adalah bentuk lain kesewenang - wenangan dan kekejaman manusia di muka bumi. Sambil berkumpul mereka membawa lilin, bunga dan menyanyikan lagu yang menyayat hati. Walau akhirnya eksekusi tetap dilakukan dan empat jiwa menjadi mati.
Kontroversi menyeruak antara pihak yang pro hukuman mati dan yang menolaknya. Masing - masing memiliki argumentasi, alasan dan dasar pemikiran yang yang berbeda - beda. Jika didiskusikan di atas satu meja, nampaknya akan menjadi 'debat kusir' berkepanjangan bikin pusing kepala, bahkan berujung konflik yang rumit. Akan timbul konflik, permusuhan dan tindakan saling membalas.
Berapakah harga nyawa manusia? Semahal apakah nilai sebuah jiwa? Seorang alim pernah berkata: "Pembunuhan atas seorang manusia, seperti pembunuhan terhadap seluruh manusia di muka bumi. Penyelamatan satu jiwa, seperti penyelamatan seluruh jiwa manusia di dunia." Namun ada juga ungkapan tradisional yang telah lama ada, "Eye for an eye" dan bukan "utang gethuk, nyaur télo" atau hutang kue, dibayar dengan ketela. Masih banyak lagi kutipan, peribahasa dan bahkan nukilan dari kitab suci yang menerangkan tentang nilai sejati nyawa manusia bagi manusia lainnya.
Sumber-sumber pemikiran inilah yang akhirnya menjadi dasar penyusunan hukum manusia di dunia. Kemudian hari, hukum ini justru mengundang menjadi pro dan kontra pada saat pelaksanaannya. Itulah yang sedang terjadi beberapa hari belakangan ini, setelah hukuman mati para gembong narkoba dikabarkan secara besar - besaran oleh media.
Tak hendak ikut berpolemik tentang hukuman mati bagi seorang manusia, apalagi sampai harus berdebat kusir. Saya hanya ingin mengutip kalimat salah satu dari empat penerima hukuman mati beberapa saat lalu, yakni mendiang Freddy Budiman, dalam kutipan di salah satu media.
"Saya menerima hukuman ini, karena (sejak awal) saya sudah tahu dan memahami resiko dan konsekuensinya."
Hukum sebab dan akibat, aksi dan reaksi dalam tindakan dan konsekuensinya adalah satu paket tak terpisahkan sejak awal kehidupan manusia. Walaupun pernyataan Freddy Budiman ini masih ada 'tapi'nya dan diikuti kalimat - kalimat berisi penjelasan, alasan, dalih dan juga kekecewaan, namun semua hal inipun tak bisa mengelakkan dirinya dari konsekuensi yang harus ditanggungnya. Karena dalih dan alasan suatu tindakan, setiap orang berhak memilikinya. Namun jika sudah tiba saatnya, kematian adalah salah satu wujud konsekuensi atas suatu tindakan. Kematian tak akan mempedulikan dalih dan alasan apapun, karena kadang 'dia' datang begitu saja.
Mari, jaga dan sayangi jiwa masing - masing dengan selalu berhati - hati menjaga setiap tindakan kita. Sebelum kita harus berhadapan dengan resiko dan konsekuensinya.
Sumber : https://www.vemale.com/inspiring/lentera/96382-ingatlah-bersikap-karena-saat-sang-ajal-datang-kita-harus-siap.html