Selasa, 28 Maret 2017

Pahala Bagi Wanita Hamil

Adakah hadist yang menerangkan pahala bagi ibu yg sedang hamil??

Pahala Bagi Wanita Hamil


Jawab:

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,

Terdapat sebuah hadis yang menyatakan,

Bahwa Salamah, wanita yang merawat Ibrahim – putra Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam – pernah bertanya,

“Ya Rasulullah, anda sering memberi kabar gembira dengan amal kepada para lelaki, tapi anda tidak memberi kabar gembira kepada para wanita?”

Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi motivasi kepadanya,

Tidakkah para wanita senang, ketika dia hamil dari suaminya, dan dia ridha, maka dia mendapat pahala seperti orang yang puasa dan tahajud ketika sedang jihad fi sabilillah. Ketika sedang kontraksi, maka ada janji yang sangat menyejukkan mata yang belum pernah diketahui penduduk langit dan bumi. Setelah dia melahirkan, lalu menyusui bayinya, maka setiap isapan ASI akan menghasilkan pahala. Jika dia bergadangan di malam hari maka dia akan mendapat pahala seperti membebaskan 70 budak fi sabilillah…

Hadis ini menyebutkan fadhilah yang luar biasa bagi wanita hamil. Hanya saja, hadis ini lemah, bahkan palsu. Karena dalam sanadnya ada perawi bernama Amr bin Said al-Khoulani. Kata ad-Dzahabi, al-Khoulani banyak membawakan hadis palsu. Ibnu Hibban menilainya sebagai hadis dusta, palsu (al-Majruhin, 2/34), demikian pula penilaian Ibnul Jauzi dalam al-Maudhu’at (2/273).

Meskipun demikian, bukan berarti wanita hamil tidak memiliki keistimewaan. Setidaknya, wanita subur, merupakan wanita pilihan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Dalam hadis dari Ma’qil bin Yasar radhiyallahu ‘anhu,

Pernah ada orang yang mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan menyampaikan keinginannya,

“Saya mencintai seorang wanita cantik dan dari keluarga terhormat. Namun dia mandul. Bolehkah saya menikah dengannya?”

Jawab Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Jangan.”

Orang ini datang kedua kalinya, menyampaikan keinginannya yang sama. Dan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tetap melarangnya.

Diapun datang untuk yang ketiga kalinya, dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tetap melarang dia menikah dengan wanita itu.

Hingga akhirnya, beliau bersabda,

تَزَوَّجُوا الْوَدُودَ الْوَلُودَ فَإِنِّي مُكَاثِرٌ بِكُمْ الْأُمَمَ

Menikahlah dengan wanita yang penyayang dan subur, karena saya membanggakan banyaknya kalian pada seluruh umat. (HR. Abu Daud 2050, Nasai 3227 dan dishahihkan al-Albani)

Sebagai balas jasa seorang ibu yang telah melahirkan anaknya, Allah memberi ganti dalam bentuk perintah untuk anak agar taat dan menghormati ibunya.

Allah berfirman,

وَوَصَّيْنَا الْإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ إِحْسَانًا حَمَلَتْهُ أُمُّهُ كُرْهًا وَوَضَعَتْهُ كُرْهًا وَحَمْلُهُ وَفِصَالُهُ ثَلَاثُونَ شَهْرًا

Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan … (QS. al-Ahqaf: 15)

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga memberi jaminan. Resiko apapun yang diderita wanita ketika hamil, terutama yang mengancam kematian, akan dinilai sebagai syahid.

Dari Ubadah bin Shamit radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menjenguknya ketika Ubadah sedang sakit. Di sela-sela itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya,

أتعلمون من الشهيد من أمتي ؟

“Tahukah kalian, siapa orang yang mati syahid di kalangan umatku?”

Ubadah menjawab: ‘Ya Rasulullah, merekalah orang yang sabar yang selalu mengharap pahala dari musibahnya.’

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengarahkan,

شهداء أمتي إذاً لقليل ، القتل في سبيل الله عز وجل شهادة ، والطاعون شهادة ، والغرق شهادة ، والبطن شهادة ، والنفساء يجرها ولدها بسرره إلى الجنة

“Berarti orang yang mati syahid di kalangan umatku cuma sedikit. Orang yang mati berjihad di jalan Allah, syahid, orang yang mati karena Tha’un, syahid. Orang yang mati tenggelam, syahid. Orang yang mati karena sakit perut, syahid. Dan wanita yang mati karena nifas, dia akan ditarik oleh anaknya menuju surga dengan tali pusarnya.” (HR. Ahmad dalam musnadnya 15998. Dan dinilai Shahih li Ghairih oleh Syuaib Al-Arnauth).

Dalam hadis lain, dari Jabir bin Atik, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menjenguk Abdullah bin Tsabit, ketika itu beliau sedang pingsan karena sakit. Di tengah-tengah itu, ada orang yang menyinggung masalah mati syahid. Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya, “Siapa yang kalian anggap sebagai mati syahid?”

Merekapun menjawab, ‘Orang yang mati di jalan Allah.’ Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan pengarahan,

الشَّهَادَةُ سَبْعٌ سِوَى الْقَتْلِ فِي سَبِيلِ اللَّهِ: الْمَطْعُونُ شَهِيدٌ، وَالْغَرِقُ شَهِيدٌ، وَصَاحِبُ ذَاتِ الْجَنْبِ شَهِيدٌ، وَالْمَبْطُونُ شَهِيدٌ، وَصَاحِبُ الْحَرِيقِ شَهِيدٌ، وَالَّذِي يَمُوتُ تَحْتَ الْهَدْمِ شَهِيدٌ، وَالْمَرْأَةُ تَمُوتُ بِجُمْعٍ شَهِيدٌ

“Mati syahid ada 7 selain yang terbunuh di jalan Allah,

Orang yang mati karena thaun, syahid. Orang yang mati tenggelam, syahid. Orang yang mati karena ada luka parah di dalam perutnya, syahid. Orang yang mati sakit perut, syahid. Orang yang mati terbakar, syahid. Orang yang mati karena tertimpa benda keras, syahid. Dan wanita yang mati, sementara ada janin dalam kandungannya.” (HR. Abu Daud 3111 dan dishahihkan al-Albani).

Karena itulah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam perintahkan agar anak selalu memperhatikan ibunya,

Dari Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu, beliau bercerita,

جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ :يَا رَسُوْلَ اللهِ، مَنْ أَحَقُّ النَّاسِ بِحُسْنِ صَحَابَتِي؟ قَالَ أُمُّكَ، قَالَ ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ أُمُّكَ، قَالَ ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ أُمُّكَ، قَالَ ثُمَّ مَنْ، قَالَ أَبُوْكَ

“Seseorang datang kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam dan berkata, ‘Wahai Rasulullah, kepada siapakah aku harus berbakti pertama kali?’ Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Ibumu!’ Dan orang tersebut kembali bertanya, ‘Kemudian siapa lagi?’ Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Ibumu!’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi?’ Beliau menjawab, ‘Ibumu.’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi,’ Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Kemudian ayahmu.’” (HR. Bukhari 5971 dan Muslim  2548)

Bukankah ini semua membanggakan bagi para wanita yang hamil…

Allahu a’lam.

Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits 

Sumber : https://konsultasisyariah.com/29205-pahala-bagi-wanita-hamil.html